Menjelang Pemilihan Umum 2009, rakyat disibukkan dengan kampanye dan mencari pemimpin yang tepat untuk Indonesia 2009 – 2014. Setidaknya 38 Partai Politik siap beradu strategi merebut hati rakyat memenangkan kursi legislatif. Belasan kandidat presiden sudah mendeklarasikan kesiapan memimpin bangsa di 2009, baik dari kalangan purnawirawan Jenderal, independen, partai politik, tokoh ormas dan kaum muda. Sebuah prestasi bangsa ini jika masih menemukan orang-orang yang siap dan berani mengambil tanggung jawab besar menjadi pemimpin.
Sebagai bangsa yang besar, kita dihadapkan pada masalah yang begitu besar pula, pemimpin yang berpikir dan berjiwa besar yang dibutuhkan untuk men-drive Indonesia menuju kejayaan dan kemakmuran. Dia yang mencari alur dan meretaskan jalan, menyelaraskan berbagai kepentingan menjadi kepentingan bangsa, yang memberdayakan setiap kekuatan kelompok menjadi kekuatan bersama. Dia yang punya karakter dan keberanian, kepercayaan diri dan keyakinan, dan dia yang memiliki kapasitas dan memiliki pemahaman mendalam atas problema bangsa ini.
Bayang-bayang krisis
Meski disadari, momentum reformasi ternyata belum cukup membawa perubahan keseluruhan. Kegamangan terasa dengan keinginan sebagian rakyat kembali ke masa lalu, yang lebih punya harapan kesejahteraan meski hilangnya kebebasan berpendapat. Krisis pangan menjadi indikator pertama bagi ketidakberhasilan orde reformasi memberi kebutuhan mendasar bagi rakyat. Beberapa kali pemerintah melalui harus mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand untuk menutupi defisit persediaan pangan. Beberapa kasus kelaparan dan kekurangan pangan di berbagai daerah, program beras miskin (raskin) dianggap belum cukup dan realisasinya yang banyak kebocoran.
Begitu pula krisis energi yang ironis, betapa sebuah bangsa yang menyimpan kekayaan energi yang besar dalam perut buminya gagal menyediakan energi yang cukup dan terjangkau bagi rakyatnya. Mengekspor minyak mentah dan mengimpor minyak bahan bakar jadi adalah logika pragmatis jangka pendek ekonomi, jika mengucurkan anggaran dan mendorong investasi untuk membangun kilang minyak sendiri sehingga melipatgandakan nilai tambah (value added) maka kita tidak akan panik setiap kenaikan harga minyak dunia. Beberapa kali harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinaikkan di era reformasi, sejak pemerintahan Gus Dur, Megawati, hingga Yudhoyono. Alasan penyesuaian harga dunia bisa saja masuk akal, namun bagaimana dengan laporan investigasi beberapa media yang menilai adanya kebocoran biaya produksi, kesalahan manajemen, korupsi serta mafia minyak. Rakyat berteriak perlunya membongkar mafia minyak, peningkatan nilai tambah dan kapasitas, serta penghematan biaya produksi. Baru-baru ini kita terhenyak lagi dengan kasus LNG Tangguh. Tentulah setiap orang menganggap ada yang salah dalam mengelola dan memanfaatkan energi.
Situasi finansial dunia juga memberi pengaruh besar, krisis finansial di Amerika Serikat secara nyata memicu goyahnya perekonomian dalam negeri. Krisis ini dianggap sebagai hantaman terbesar pasca resesi ekonomi AS 1920an (The Great Depression). Kini hampir setiap negara harus merevisi asumsi anggarannya yang diperkirakan defisit.
Krisis fiskal dan moneter juga terjadi, bukan saja karena Indonesia menerima sepenuhnya konsep kapitalis liberal dalam sistem ekonominya. Tetapi juga karena regulasi yang tidak terealisasi dengan baik. Keseimbangan makro ekonomi selalu dilalui dengan mengucurkan ratusan milyar rupiah sebagai bantalannya, misalnya untuk mempertahankan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Secara umum ekonomi menjadi masalah utama untuk meretas kebangkitan. Masalah kunci ekonomi terakumulasi dalam perangkap utang (debt trap), rendahnya nilai tambah produk, korupsi, nilai tukar rupiah yang labil, pengangguran dan kemiskinan, dimana masalah-masalah tersebut menyebabkan daya saing ekonomi rendah yang memicu kelesuan dan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Muslim Negarawan Solusi Krisis Kebangsaan dan Global
Krisis di berbagai bidang telah menyita energi dan kepercayaan diri pemimpin dan rakyat yang dapat mengarah pada kemunduran (declining). Dibutuhkan keberanian berlebih dan upaya menghitung kembali kekuatan untuk bangkit. Yakinkan, Indonesia adalah bangsa yang besar, dengan sejarah panjang memperjuangkan, merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Inilah bangsa yang benar-benar memperjuangkan kemerdekaannya dari awal. menurut beberapa pengamat, hanya Indonesia dan Vietnam di Asia Tenggara yang merebut kemerdekaan dengan sempurna dari penjajah, bukan hadiah ataupun konsensus. Kemerdekaan yang sempurna inilah yang harus terus dikobarkan dan diwariskan pada setiap generasi bangsa.
Maka kita memerlukan pemimpin perubahan yang bersiap memikul tanggung jawab besar mengelola krisis menjadi potensi dan kekuatan kebangkitan. Muslim Negarawan adalah tawaran KAMMI tentang model kepemimpinan tangguh yang memiliki ciri :
Kedua, idealis dan konsisten. Syarat penting meraih kepemimpinan adalah konsistensi pada idealisme dan garis perjuangan yang senantiasa berpihak pada rakyat. Idealis dan konsisten tercermin sebagai kredibilitas moral seorang pemimpin yang terus diperhatikan publik. Inilah yang kemudian menjadi penilaian rakyat sebelum menjatuhkan pilihan pada calon pemimpinnya.
Keempat, terlibat langsung dalam pemecahan masalah umat dan bangsa. Setiap pemimpin akan dinilai track record-nya dalam pemecahan masalah di setiap level kepemimpinannya. Pemimpin puncak harus mengambil keputusan setiap saat dengan berbagai variasi masalah yang melatarinya, dan hampir semuanya pelik dan dilemmatis. Karena itu seorang pemimpin harus berpengalaman dalam banyak model pengambilan keputusan, percaya diri, berkarakter dan berani.
Kelima hal tersebut tidak boleh berhenti pada konsep yang idealis, haruslah membumi dalam langkah-langkah nyata secara menyeluruh yang mendorong multiplier effect kemajuan. Kita membutuhkan skenario masa depan Indonesia yang berangkat dari ide besar, pelaku perubahan, kesamaan visi, dan sumber daya. Blueprint itu harus dirangkai secara sistematis dan dapat direalisasikan. Pemimpin perubahan harus berani membangun strategi opensif dengan menyusun peta dunia baru yang dicita-citakan menuju tatanan dunia yang diinginkan, lebih beradab. Jika hal ini bisa dikerjakan dalam rangkaian sistematis untuk tujuan kebaikan bersama, maka akan menuai hasil yang gemilang (If you work together for common good, you will achieve wonderful results).
Penyediaan infrastruktur yang memadai akan mendorong mengalirnya investasi, sehingga tersedia lapangan kerja yang menjanjikan dengan produktivitas tinggi yang memberi harapan bagi jaminan hidup pekerja dan menguntungkan pengusaha, efeknya akan meningkatkan penerimaan pemerintah yang selanjutnya digunakan untuk mengembangkan infrastruktur kembali. Manpower juga menjadi prioritas utama dalam pengembangannya, bayangkan jika semua orang sehat dan berpendidikan, tentulah akan mendorong peningkatan kualitas hidup dan pertumbuhan ekonomi yang sehat secara agregat akan terjadi. Maka perlu keterlibatan pemimpin pada sisi kebijakan swasembada pangan, kesehatan terjangkau dan pendidikan dasar bagi seluruh anak usia sekolah. Karenanya kebijakan ekonomi tidak layak menerima mentah-mentah konsep kapitalis liberal, perlu mempertimbangkan faktor sosiologis dan situasi kebangsaan.
Pengembangan sains dan teknologi akan mendorong penemuan baru yang memicu kemajuan peradaban, mengangkat derajat umat manusia dan meningkatkan harkat kemanusiaan keseluruhan. Penghargaan terhadap penemuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat, serta kepemilikan atas produk dalam negeri yang dihargai di dunia internasional. Indonesia tidak dapat dikenal dunia hanya pada kelebihan jumlah penduduk dan sebagai sasaran eksplorasi sumber daya, tetapi lebih pada produk knowledge apa yang menjadi brand dan made in Indonesia.
Suatu negara bisa memilih warga negara yang diinginkan, sebaliknya seorang bisa memilih kewarganegaraan mana yang dinginkan. Semua berdasarkan uang, negara menginginkan warga yang kaya dan teratur, manusia menginginkan kebebasan dan fasilitas. Maka memposisikan semangat nasionalisme sekedar dalam perspektif cinta tanah air dan bangsa tidak cukup, hal ini akan terus mengalami pergeseran makna, bahkan mendorong redefinisi tentang konsep nasionalisme baru. Perubahan perspektif masyarakat dunia seperti ini harus dijawab dan menghasilkan kebijakan tepat yang mampu melingkupinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar