Senin, 01 Desember 2008

Muslim Negarawan, Spirit Kebangkitan Indonesia


Menjelang Pemilihan Umum 2009, rakyat disibukkan dengan kampanye dan mencari pemimpin yang tepat untuk Indonesia 2009 – 2014. Setidaknya 38 Partai Politik siap beradu strategi merebut hati rakyat memenangkan kursi legislatif. Belasan kandidat presiden sudah mendeklarasikan kesiapan memimpin bangsa di 2009, baik dari kalangan purnawirawan Jenderal, independen, partai politik, tokoh ormas dan kaum muda. Sebuah prestasi bangsa ini jika masih menemukan orang-orang yang siap dan berani mengambil tanggung jawab besar menjadi pemimpin. 

Sebagai bangsa yang besar, kita dihadapkan pada masalah yang begitu besar pula, pemimpin yang berpikir dan berjiwa besar yang dibutuhkan untuk men-drive Indonesia menuju kejayaan dan kemakmuran. Dia yang mencari alur dan meretaskan jalan, menyelaraskan berbagai kepentingan menjadi kepentingan bangsa, yang memberdayakan setiap kekuatan kelompok menjadi kekuatan bersama. Dia yang punya karakter dan keberanian, kepercayaan diri dan keyakinan, dan dia yang memiliki kapasitas dan memiliki pemahaman mendalam atas problema bangsa ini.

Dalam ranah inilah rakyat selalu menemui dilemma, siapa sosok yang mumpuni membawa bangsa keluar dari transisi. Setiap hajatan pemilihan umum rakyat seperti raja yang diposisikan sangat terhormat dan terbujuk, namun kerap sekaligus tereksploitasi dan terbodohi. Lama kelamaan kesadaran umum akan pentingnya kesamaan tekad yang jujur antara rakyat dan elit kekuasaan semakin dirasakan. Pasca reformasi ’98 mobilisasi kesadaran itu makin membesar dan menjadi bola salju perubahan. Kita harus bersyukur atas banyak kemajuan yang ada dengan tetap konsisten dan terus berjuang melanjutkan agenda reformasi.

Bayang-bayang krisis

 Meski disadari, momentum reformasi ternyata belum cukup membawa perubahan keseluruhan. Kegamangan terasa dengan keinginan sebagian rakyat kembali ke masa lalu, yang lebih punya harapan kesejahteraan meski hilangnya kebebasan berpendapat. Krisis pangan menjadi indikator pertama bagi ketidakberhasilan orde reformasi memberi kebutuhan mendasar bagi rakyat. Beberapa kali pemerintah melalui harus mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand untuk menutupi defisit persediaan pangan. Beberapa kasus kelaparan dan kekurangan pangan di berbagai daerah, program beras miskin (raskin) dianggap belum cukup dan realisasinya yang banyak kebocoran.

Begitu pula krisis energi yang ironis, betapa sebuah bangsa yang menyimpan kekayaan energi yang besar dalam perut buminya gagal menyediakan energi yang cukup dan terjangkau bagi rakyatnya. Mengekspor minyak mentah dan mengimpor minyak bahan bakar jadi adalah logika pragmatis jangka pendek ekonomi, jika mengucurkan anggaran dan mendorong investasi untuk membangun kilang minyak sendiri sehingga melipatgandakan nilai tambah (value added) maka kita tidak akan panik setiap kenaikan harga minyak dunia. Beberapa kali harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinaikkan di era reformasi, sejak pemerintahan Gus Dur, Megawati, hingga Yudhoyono. Alasan penyesuaian harga dunia bisa saja masuk akal, namun bagaimana dengan laporan investigasi beberapa media yang menilai adanya kebocoran biaya produksi, kesalahan manajemen, korupsi serta mafia minyak. Rakyat berteriak perlunya membongkar mafia minyak, peningkatan nilai tambah dan kapasitas, serta penghematan biaya produksi. Baru-baru ini kita terhenyak lagi dengan kasus LNG Tangguh. Tentulah setiap orang menganggap ada yang salah dalam mengelola dan memanfaatkan energi. 

 Kita juga dihadapkan pada krisis keuangan yang terus berlangsung dan menggerus cadangan devisa negeri ini. Malapetaka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah membuka tabir penyelewengan besar-besaran uang negara, bahkan kasus ini disebut-sebut sebagai tragedi dunia perbankan terbesar abad ini, merujuk pada nilainya yang mencapai ratusan trilyun rupiah. Setiap tahun pemerintah harus menganggarkan sekitar 60 Trilyun rupiah dari APBN untuk membayar bunga obligasi rekapitulasi BLBI, dapat kita bayangkan kesejahteraan rakyat akan terwujud dengan pengelolaan dana sebesar itu. Solusi krisis keuangan tidak harus dengan mengemplang utang luar negeri, tetapi dapat dengan melakukan renegosiasi pembayaran bunga utang luar negeri secara bertahap, memperluas partisipasi pembayaran pajak progresif, penghematan anggaran dan penyerapan tanpa kebocoran, dan menghentikan pembayaran bunga obligasi rekapitulasi BLBI. 

 Situasi finansial dunia juga memberi pengaruh besar, krisis finansial di Amerika Serikat secara nyata memicu goyahnya perekonomian dalam negeri. Krisis ini dianggap sebagai hantaman terbesar pasca resesi ekonomi AS 1920an (The Great Depression). Kini hampir setiap negara harus merevisi asumsi anggarannya yang diperkirakan defisit.

 Krisis infrasruktur juga tengah mengancam negeri ini. Kerusakan infrastruktur dan pemukiman penduduk karena faktor alam akibat tsunami Aceh dan Nias, Gempa Yogya dan Tsunami pantai selatan Jawa, serta bencana yang kerap menimpa di berbagai daerah. Juga karena faktor usia menyebabkan banyak sekali gedung sekolah yang rusak, jembatan yang runtuh serta fasilitas umum lainnya yang tidak layak guna. Sangat disayangkan ketika justru pada era reformasi terjadi perlambatan pembangunan infrastruktur. Hal ini ditingkahi pula oleh manajemen aparatur penyelenggara negara yang lemah dan terindikasi sarat korupsi, kolusi dan nepotisme, kebocoran anggaran yang mencapai 40 persen setiap tahunnya membuat perlambatan pembangunan semakin tampak. Impian kapitalisme tentang trickle down effect sepertinya semakin jauh. 

 Krisis fiskal dan moneter juga terjadi, bukan saja karena Indonesia menerima sepenuhnya konsep kapitalis liberal dalam sistem ekonominya. Tetapi juga karena regulasi yang tidak terealisasi dengan baik. Keseimbangan makro ekonomi selalu dilalui dengan mengucurkan ratusan milyar rupiah sebagai bantalannya, misalnya untuk mempertahankan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Secara umum ekonomi menjadi masalah utama untuk meretas kebangkitan. Masalah kunci ekonomi terakumulasi dalam perangkap utang (debt trap), rendahnya nilai tambah produk, korupsi, nilai tukar rupiah yang labil, pengangguran dan kemiskinan, dimana masalah-masalah tersebut menyebabkan daya saing ekonomi rendah yang memicu kelesuan dan melambatnya pertumbuhan ekonomi. 

 
Muslim Negarawan Solusi Krisis Kebangsaan dan Global

 Krisis di berbagai bidang telah menyita energi dan kepercayaan diri pemimpin dan rakyat yang dapat mengarah pada kemunduran (declining). Dibutuhkan keberanian berlebih dan upaya menghitung kembali kekuatan untuk bangkit. Yakinkan, Indonesia adalah bangsa yang besar, dengan sejarah panjang memperjuangkan, merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Inilah bangsa yang benar-benar memperjuangkan kemerdekaannya dari awal. menurut beberapa pengamat, hanya Indonesia dan Vietnam di Asia Tenggara yang merebut kemerdekaan dengan sempurna dari penjajah, bukan hadiah ataupun konsensus. Kemerdekaan yang sempurna inilah yang harus terus dikobarkan dan diwariskan pada setiap generasi bangsa. 

 Luas wilayah Indonesia dengan segenap kekayaan alamnya cukup untuk memberi makan setiap jiwa yang ada di dalamnya. Bayangkan, jika peta Indonesia diletakkan di atas benua Eropa meliputi darat dan laut maka Indonesia dari timur ke barat membentang dari Georgia hingga Irlandia, dan dari utara ke selatan Moskow Rusia hingga Athena Yunani, melintasi sekitar 20 negara Eropa. Betapa besar dan kaya negeri ini. Jika kita menghitung secara kasar kekayaan alam dari atas permukaan tanah, bawah tanah, perut bumi dan lautan, sesungguhnya kita harus bersyukur dan memiliki keyakinan besar untuk bangkit dan meretaskan jalan menuju kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. 

 Maka kita memerlukan pemimpin perubahan yang bersiap memikul tanggung jawab besar mengelola krisis menjadi potensi dan kekuatan kebangkitan. Muslim Negarawan adalah tawaran KAMMI tentang model kepemimpinan tangguh yang memiliki ciri : 

Pertama, spiritual yang mendalam. Pemimpin mewakili ideologi mayoritas rakyatnya. Sehingga pengetahuan dan implementasi ajaran Islam dalam diri seorang pemimpin menjadi kekuatan yang dapat dijadikan teladan bagi rakyat. Tidak peduli bentuk negara yang dijalankan, bahkan yang paling liberal sekalipun, agama tetap menjadi barometer moral untuk menjadi pemimpin. Umumnya negara-negara Eropa dan Amerika masih menerapkan hal ini dalam memilih pemimpinnya. Republik Indonesia juga harus dipimpin oleh seorang muslim negarawan yang inklusif dan berjanji membangun negeri bersama seluruh komponen bangsa. Agama tidak dijadikan sebagai pelengkap predikat untuk meraih kekuasaan. Tapi menjadi spirit perbaikan dan pembangunan masyarakat madani yang toleran dan demokratis.

Kedua, idealis dan konsisten. Syarat penting meraih kepemimpinan adalah konsistensi pada idealisme dan garis perjuangan yang senantiasa berpihak pada rakyat. Idealis dan konsisten tercermin sebagai kredibilitas moral seorang pemimpin yang terus diperhatikan publik. Inilah yang kemudian menjadi penilaian rakyat sebelum menjatuhkan pilihan pada calon pemimpinnya. 

Ketiga, ilmu yang luas dan pemikiran yang mapan. Pemimpin harus lebih dari rakyatnya pada sisi intelektualitas dan wawasan. Intelektualitas dapat dinilai dari kualifikasi akademis dan kepakarannya, serta perhatiannya terhadap satu masalah secara mendalam, misalnya ekonomi, teknologi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Sedangkan wawasan yang luas menuntut pemimpin harus generalis, memahami berbagai hal untuk mengambil keputusan dan tindakan.

Keempat, terlibat langsung dalam pemecahan masalah umat dan bangsa. Setiap pemimpin akan dinilai track record-nya dalam pemecahan masalah di setiap level kepemimpinannya. Pemimpin puncak harus mengambil keputusan setiap saat dengan berbagai variasi masalah yang melatarinya, dan hampir semuanya pelik dan dilemmatis. Karena itu seorang pemimpin harus berpengalaman dalam banyak model pengambilan keputusan, percaya diri, berkarakter dan berani. 

Kelima, menjadi perekat berbagai komponen demi kemajuan bangsa. Kapasitas diplomasi dan jaringan harus teruji bagi setiap pemimpin dan calon pemimpin. Pemimpin adalah refresentasi satu atau beberapa kelompok yang sekaligus harus mengelola berbagai kelompok masyarakat dengan perspektif yang beragam. Dia harus menguasai nilai budaya lokal dan global, namun juga memiliki fleksibilitas dan kecerdasan dalam memimpin. 

Kelima hal tersebut tidak boleh berhenti pada konsep yang idealis, haruslah membumi dalam langkah-langkah nyata secara menyeluruh yang mendorong multiplier effect kemajuan. Kita membutuhkan skenario masa depan Indonesia yang berangkat dari ide besar, pelaku perubahan, kesamaan visi, dan sumber daya. Blueprint itu harus dirangkai secara sistematis dan dapat direalisasikan. Pemimpin perubahan harus berani membangun strategi opensif dengan menyusun peta dunia baru yang dicita-citakan menuju tatanan dunia yang diinginkan, lebih beradab. Jika hal ini bisa dikerjakan dalam rangkaian sistematis untuk tujuan kebaikan bersama, maka akan menuai hasil yang gemilang (If you work together for common good, you will achieve wonderful results). 

Penjagaan nilai dan moral kebangsaan bisa menjadi garis utama agar terbebas dari berbagai anasir negatif. Selanjutnya meningkatkan kualitas demokrasi dan penguatan sistem sebagai sarana menjaga tatanan bangsa, dan kesediaan membangun kesejahteraan ekonomi bersama untuk rakyat dan generasi masa depan. Pemimpin harus berpikir jangka panjang dan menentukan prioritas pembangunan yang mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Ketersediaan pangan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja adalah top priority bagi setiap keluarga. Setiap kepala rumah tangga akan merasa memiliki kemuliaan (dignity) jika berhasil menyediakan makanan terbaik, kualitas hidup sehat, dan pendidikan setinggi-tingginya bagi keluarganya, yang bisa dia lakukan jika memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang cukup. Pemimpin harus mendalami masalah mikro ini karena akumulasinya akan mendorong keseimbangan makro, selanjutnya menghasilkan siklus produktivitas (productivity cycle) yang positif. 

Penyediaan infrastruktur yang memadai akan mendorong mengalirnya investasi, sehingga tersedia lapangan kerja yang menjanjikan dengan produktivitas tinggi yang memberi harapan bagi jaminan hidup pekerja dan menguntungkan pengusaha, efeknya akan meningkatkan penerimaan pemerintah yang selanjutnya digunakan untuk mengembangkan infrastruktur kembali. Manpower juga menjadi prioritas utama dalam pengembangannya, bayangkan jika semua orang sehat dan berpendidikan, tentulah akan mendorong peningkatan kualitas hidup dan pertumbuhan ekonomi yang sehat secara agregat akan terjadi. Maka perlu keterlibatan pemimpin pada sisi kebijakan swasembada pangan, kesehatan terjangkau dan pendidikan dasar bagi seluruh anak usia sekolah. Karenanya kebijakan ekonomi tidak layak menerima mentah-mentah konsep kapitalis liberal, perlu mempertimbangkan faktor sosiologis dan situasi kebangsaan. 

Penyediaan energi dan konservasi lingkungan hidup memerlukan kebijakan dan kearifan agar keberlangsungan hidup setiap makhluk di negeri ini dapat terus diwariskan pada generasi berikutnya dengan lebih baik. Kita bisa menjaga produksi migas dan tambang non-migas dengan manajemen yang transparan dan memberikan kesejahteraan sepenuhnya untuk rakyat. Menjaga konservasi lingkungan hidup agar ramah terhadap masyarakat tanpa bencana tahunan, dan kita mewariskan kekayaan alam dan lingkungan yang terjaga untuk generasi berikut. Tugas besar pemimpin dan setiap manusia di bumi ini adalah menyediakan kehidupan bagi generasi berikutnya.

Pengembangan sains dan teknologi akan mendorong penemuan baru yang memicu kemajuan peradaban, mengangkat derajat umat manusia dan meningkatkan harkat kemanusiaan keseluruhan. Penghargaan terhadap penemuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat, serta kepemilikan atas produk dalam negeri yang dihargai di dunia internasional. Indonesia tidak dapat dikenal dunia hanya pada kelebihan jumlah penduduk dan sebagai sasaran eksplorasi sumber daya, tetapi lebih pada produk knowledge apa yang menjadi brand dan made in Indonesia. 

Kebijakan internasional di tengah arus global yang borderless harus mencerminkan sikap yang terhormat dan disegani bangsa-bangsa lain. Tidak ada bangsa lain yang berani mengintervensi bangsa ini kecuali pemimpinnya menyediakan diri untuk itu. Indonesia tidak boleh berhenti dengan posisi bebas aktif dan non-blok saja, harus menjelaskan positioning baru di kancah dunia bahkan menggambarkan tatanan dunia baru yang diinginkan. Memilih partner dan kelompok negara-negara mana yang diinginkan, bahkan memiliki rancangan masa depan dunia yang dicita-citakan. Seiring waktu konsep nasionalisme dan internasionalisme makin berkembang dan membuat definisinya sendiri. 

Suatu negara bisa memilih warga negara yang diinginkan, sebaliknya seorang bisa memilih kewarganegaraan mana yang dinginkan. Semua berdasarkan uang, negara menginginkan warga yang kaya dan teratur, manusia menginginkan kebebasan dan fasilitas. Maka memposisikan semangat nasionalisme sekedar dalam perspektif cinta tanah air dan bangsa tidak cukup, hal ini akan terus mengalami pergeseran makna, bahkan mendorong redefinisi tentang konsep nasionalisme baru. Perubahan perspektif masyarakat dunia seperti ini harus dijawab dan menghasilkan kebijakan tepat yang mampu melingkupinya.

Banyak hal yang harus dijawab oleh siapapun pemimpin bangsa ini, dan siapapun yang berpikir dan bekerja di dalamnya. Kita membutuhkan breakthrough untuk meretaskan jalan menuju kejayaan Indonesia. Meskipun kita harus membayar mahal setiap kesempurnaan perjuangan, perfection has its price. Berhenti di satu tikungan pemilihan umum untuk selanjutnya merancang strategi dan bekerja membangkitkan Indonesia, menuju take off dan menjadi tiger of the world.

Tidak ada komentar: